Gereja Kristen Indonesia

Posted on Mei 6, 2010 oleh

0


GKIALAMAT:
Ruko Gading Bukit Indah Blok Q-29
Jalan Bukit Gading Raya
JAKARTA 14240
Telp. (021) 45850904, 45850819
Fax. (021) 45854034, 45850820
Email: synodgki@indo.net.id
Website. http://www.gki.or.id

STATISTIK
Denominasi gereja: Calvinis
Jumlah wilayah pelayanan:
Jumlah jemaat: 217 gereja.
Jumlah anggota jemaat: 220.192 jiwa
Jumlah hamba Tuhan:

BADAN PENGURUS
Ketua : Pdt.Dr.Semuel O.Purwadisastra
Sekum : Pdt. Jahja Sunarja, Th.M

TENTANG GEREJA
Gereja Kristen Indonesia (GKI) adalah hasil penyatuan GKI Jawa Barat, GKI Jawa Tengah dan GKI Jawa Timur. Berdirinya GKI melewati perjalanan sejarah yang panjang.

GKI menggunakan sistem presbiterial-sinodal dengan empat perjenjangan dalam sistem organisasi gereja menurut Tata Gereja GKI. Adapun perjenjangan dalam struktur organisasi gereja GKI mulai dari yang terkecil adalah :
Jemaat
Adalah lingkup yang paling dasar di organisasi Gereja Kristen Indonesia (GKI) dan dipimpin oleh Majelis Jemaat yang anggotanya terdiri dari semua pejabat-pejabat gerejawi meliputi Penatua dan Pendeta.

Klasis
Adalah lingkup yang lebih luas dari Jemaat dan terdiri dari Jemaat-jemaat yang berada di Klasis bersangkutan serta dipimpin oleh Majelis Klasis.

Sinode Wilayah
Adalah lingkup yang lebih luas dari Klasis dan terdiri dari Klasis-klasis yang berada di Sinode Wilayah bersangkutan serta dipimpin oleh Majelis Sinode Wilayah.

Sinode
Adalah lingkup yang paling luas dan terdiri dari Sinode Wilayah-sinode wilayah yang berada di Sinode serta dipimpin oleh Majelis Sinode.

Pengakuan Iman GKI

GKI mengaku imannya bahwa Yesus Kristus adalah :
Tuhan dan Juruselamat dunia, Sumber kebenaran dan hidup
Kepala Gereja, yang mendirikan gereja dan memanggil gereja untuk hidup dalam iman dan misinya.

GKI mengaku bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah, yang menjadi dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja.

GKI, bersama dengan gereja di segala abad dan tempat menerima Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel, dan Pengakuan Iman Athanasius. Sedangkan dengan ikatannya dalam tradisi Reformasi, GKI menerima Katekismus Heidelberg.

GKI adalah Anggota dari WCC (World Council of Churches), CCA (Christian Conference of Asia), WARC (World Alliance of Reformed Church), REC (Reformed Ecumenical Council).

SEJARAH SINGKAT

GKI JAWA TIMUR
1929,
Liem Soei Tioe sekeluarga yang berasal dari Mojokerto biasa mengadakan “koempoelan roemah tangga” atau “bidstond” di Gang Bogen, Tambaksari

1932
Ds. HAC Hildering yang pernah diutus ke Amoy, Tiongkok ditugasi mengembangkan gereja Kristen Tionghoa di Jawa Timur, Beliau tinggal di jalan Ketabangkali 13, Surabaya.

1934,
22 Februari
GKI Jawa Timur yang didirikan.

1952
Akhir tugas Ds. HAC Hildering di gereja Kristen Tionghoa di Jawa Timur.

1953
Ds. Oei Liang Bie menerima panggilan dari GKI Jatim Surabaya.

1954
6 Januari
Ds. Oei Liang Bie ditahbiskan sebagai pendeta jemaat.

Sekitar tahun yang menjadi cikal bakal Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jawa Timur. Kawasan jalan Residen Sudirman (Ressud) telah memainkan peran penting dalam kancah sejarah awal GKI Jatim.Ds. HAC Hildering yang pernah diutus ke Amoy, Tiongkok; tahun 1932 ditugasi mengembangkan gereja Kristen Tionghoa di Jawa Timur sampai tahun 1952. Selama 20 tahun Hildering tinggal di jalan Ketabangkali 13, Surabaya. Pelayanannya terfokus di kawasan Jl. Residen Sudirman, Surabaya Timur. Ada satu tempat bersejarah yang tidak jauh dari Gang Bogen, yaitu di jalan Kapasari 95, Surabaya. Di situlah awalnya diselenggarakan kebaktian dengan memakai gedung Christelijk Chinese Hollandse School (CCHS).

Ds. Oei Liang Bie menerima panggilan dari GKI Jatim Surabaya tahun 1953 dan ditahbiskan sebagai pendeta jemaat tanggal 6 Januari 1954. Ia menjalin kerjasama yang baik dengan pendeta-pendeta gereja lain di Surabaya. Ketika GPIB akan membangun gedung gereja di Jl. Yos Sudarso Surabaya, mereka menawarkan menjual bangunan semi permanen di Jl. Residen Sudirman 16 Surabaya. Terjadilah transaksi antara GKI yang diwakili oleh Ds. Oei Liang Bie (Pdt. A. J. Obadja) dengan Ds. S. A. R. Hardin dari GPIB pada bulan Maret 1958.
Dengan bangunan yang sangat sederhana itu, sejak tanggal 6 Juli 1958 dimulailah kebaktian setiap hari Minggu pukul 17.00. Kebaktian itu dipimpin oleh Ds. Drs. Han Bin Kong dan dihadiri oleh Tua-Tua dan Diaken dengan disertai pelayanan sakramen. Itulah awal eksisnya GKI Ressud sebagai gereja Tuhan yang mengemban persekutuan-kesaksian-pelayanan di kawasan Surabaya Timur.
Dengan bertambahnya jumlah anggota gereja, dibentuklah Panitia PRG (Pembangunan Rumah Gereja) untuk mewujudkan bangunan yang lebih besar. Bangunan lama yang kecil dibongkar. Peletakan batu pertama untuk pembangunan dilakukan tanggal 23 Agustus 1959. Sementara itu kebaktian dialihkan di jalan Dharmahusada 25, meminjam gedung gereja GKJW.
Dengan selesainya bangunan yang berbentuk gudang, tanggal 5 Mei 1960 gedung gereja diresmikan. Sejak itu gereja ini sering dijuluki “seperti gudang”. Pantas dikatakan gudang karena bentuknya dari muka memanjang dari kiri ke kanan. Tidak ada ciri menara atau simbol salib di luarnya seperti lazimnya sebuah gereja.
Pendeta yang melayani GKI Jatim Surabaya Daerah Ressud adalah Pdt. B. A. Abednego mulai 26 Januari 1964 sampai 2 Januari 1974
Tanggal 3 April 1974 diadakan kebaktian Pengembangbiakan oleh GKI Jatim Surabaya yang saat itu terdiri dari Majelis Gereja Daerah: Sulung Sekolahan, Residen Sudirman, Embong Malang, Diponegoro dan Ngagel Jaya. Momen itu adalah semata-mata fenomena teknis organisatoris dari sebuah sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi. Tidak dipakainya istilah pendewasaan, karena tidak diatur dalam Tata Gereja GKI Jatim tahun 1965, maupun POR (Peraturan Organisasi) GKI Jatim Surabaya tahun 1960. Karena itu rapat pleno GKI Jatim Surabaya memutuskan memakai istilah pengembangbiakan.

Tanggal 11 Maret 1984 dibentuk Panitia Pemugaran dan Pembangunan Gedung Gereja dan Balai Pertemuan (PPPG) GKI Ressud untuk merenovasi Gedung Gereja dan Balai Pertemuan secara total. Gedung Balai Pertemuan tiga lantai diresmikan pada kebaktian Minggu tanggal 6 Oktober 1985. Gedung Gereja dua lantai dengan luas bangunan 957 m2, berkapasitas 1.000 orang, diresmikan pada kebaktian syukur tanggal 7 April 1990. Selama masa pemugaran pembangunan, kebaktian dialihkan dengan meminjam auditorium SMA Kristen PETRA, Jl. Kalianyar Surabaya.
Panitia penggalian sejarah GKI Ressud yang terdiri dari beberapa pendeta, teolog dan aktivis tahun 60-an, telah mengundang beberapa pelaku sejarah saat itu. Proses penggalian sejarah ini dilakukan secara bersama melalui penelitian dokumen, pengumpulan fakta, rapat-rapat, wawancara, maupun angket yang diedarkan kepada beberapa mantan anggota Majelis. Akhirnya Rapat Pleno Majelis GKI Residen Sudirman tanggal 15 Oktober 2003 menetapkan tanggal 6 Juli 1958 sebagai Hari Jadi GKI Residen Sudirman Surabaya.
Gereja membutuhkan komunikator Kristiani, pemimpin yang berwawasan luas dan dapat menjalin komunikasi dengan siapa saja. Ia harus mampu dan mau belajar dari sejarah, memahami tanda-tanda zaman. Untuk itu dibutuhkan ketulusan dan kerendahan hati sebagai seorang hamba yang melayani. Gedung megah bukan tolok ukur keberhasilan, tetapi insan-insan yang disiapkan Tuhan dalam kebersamaan untuk mengemban Amanat Agung Kristus.
Zaman begitu cepat berubah, namun jemaat yang setia kepada panggilan-Nya tidak akan melupakan sejarah yang telah terukir dibelakang. Sejarah adalah karya Allah dalam bentangan garis waktu lini (linear time), ada korelasi antara masa lampau, masa kini dan masa mendatang. Karenanya kita tidak bisa meninggalkan nilai-nilai historis suatu jemaat untuk mengembangkan misi ke depan.
Kita boleh bersyukur, namun kita harus tunduk melihat kekecilan kita untuk melihat kebesaran Allah dan karya-Nya. Makin kita melihat diri besar, makin kita tidak dapat melihat karya Allah yang begitu besar. Namun makin kita melihat diri kecil, kita makin menyadari keberadaan dan pelayanan dalam satu barisan karya Allah yang besar

GKI JAWA BARAT

1940
24 Maret
GKI Jawa Barat yang didirikan

GKI JAWA TENGAH

1850
Awal pekabaran injil di Jawa Tengah bagian Selatan dilakukan di Banyumas, di rumah Ny. Oostrom-Philips, pada tahun 1850. Pada saat yang hampir bersamaan, terdapat kegiatan pekabaran injil yang dilakukan oleh Ny. Philips-Stevens di Purworejo. Cara yang ditempuh kedua orang ini sama, yaitu mengadakan persekutuan doa bersama dengan para karyawannya. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang pribumi, meskipun ada pula beberapa orang Tiong Hoa peranakan juga yang ikut serta di dalamnya. Belakangan orang-orang pribumi hasil didikan kedua wanita ini menjadi pengikut Kiai Sadrach.

Penginjil Paulus Khouw Tek San mengasuh orang-orang Tionghoa yang ada di Tegal, ia dibaptis di Purbalingga oleh Pdt. Vermeer, seorang utusan Nederlandsche Gereformeerd Zendings Vereniging (NGZV), yang diperbolehkan bekerja di Tegal dan sekitarnya atas izin seorang residen, yaitu A.A.M.N. Keuchenius, yang menaruh minat pada usaha-usaha pekabaran injil. Paulus Khouw Tek San ini sendiri sebelum dibaptis oleh Pdt. Vermeer telah dididik dalam iman oleh Gan Kwe, seorang penginjil dari Amoy yang bekerja sama dengan Mr. Anthing melalui Perhimpunan untuk Pekabaran Indjil diluar dan didalam Geredja di Jakarta.

1886
Di daerah Jawa tengah bagian Utara, pekabaran injil mula-mula dikerjakan di Salatiga oleh Ny. le-Jolle. Upaya ini kemudian dilanjutkan oleh Zending Salatiga (semula berasal dari Jerman dengan nama De Ermelosche Zendingsgemeente) yang terbentuk pada tahun 1886 wilayah kerjanya di kota Semarang.

Selain itu, sejak abad ke-19, ini sudah berdiri juga sebuah Jemaat Gereformeerd di Kwitang Jakarta, yang beranggotakan baik orang-orang Belanda, Tiong Hoa maupun pribumi, yang pada awalnya muncul sebagai buah pekabaran injil zendeling Haan dari Christelijk Gereformeerde Kerken.

Setelah terjadi pergolakan dalam tubuh gereja di Belanda (1886) dan berdiri gereja-gereja Gereformeerd, maka pekabaran injil di Jawa Tengah bagian Selatan ini diserahterimakan dari NGZV kepada Gereja Gereformeerd. Hal ini sesuai dengan salah satu asas yang ditetap oleh sinode Gereja Gereformeerd bahwa yang melaksanakan pekabaran injil seharusnya adalah gereja dan bukan badan zending.

1925,
Theologische School dibuka di Yogyakarta, yang kemudian hari menjadi STT Duta Wacana dan kini berkembang menjadi Fakultas Theologia Universitas Kristen Duta Wacana. Sekolah teologi ini berhasil mendidik pemuda-pemuda Tiong Hoa maupun pribumi untuk menjadi pelayan Tuhan di kemudian hari.

1935
Liem Siok Hie berhasil mendirikan gereja Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH) di Semarang, yang berasal dari perkumpulan-perkumpulan doa yang dipimpinnya. Beberapa THKTKH lain berdiri juga di Salatiga dan Blora.

1936
ketiga Jemaat ini bergabung menjadi satu klasis, (Khu Hwee). Selain itu Jemaat-jemaat Tiong Hoa berbahasa Melayu muncul juga di daerah Surakarta, Magelang dan Yogyakarta dan pada tahun yang sama bergabung dalam klasis Yogya.
Perkembangan luar biasa terjadi ketika penginjil John Sung datang ke Jawa Tengah

1939.
Kebaktian Kebangunan Rohani yang diadakannya berhasil memikat ribuan orang Tiong Hoa sehingga membuat gereja maju pesat.

1940
Gereja Gereformeerd di Belanda mengutus Pdt. A.F.J. Pieron untuk bekerja di tengah-tengah orang Tiong Hoa di Jawa Tengah.

1945
Pada masa pendudukan Jepang, banyak kesulitan muncul. Hubungan dengan gereja di Belanda terputus, terutama menyangkut bantuan dana. Pada situasi sulit ini justru mengajar Jemaat-jemaat di Jawa Tengah untuk mandiri. Selain itu, semakin banyak pula pemuda-pemuda Kristen pada zaman ini yang kehilangan kesempatan untuk sekolah dan tertarik untuk aktif dalam pelayanan di Gereja. Jadi, pada zaman Jepang, sekalipun banyak kesulitan terjadi, gereja berkembang dengan pesat.
8 Agustus,
terjadi persatuan gereja-gereja Tiong Hoa berbahasa Melayu dengan terbentuknya Sinode THKTKH pada persidangan I di Magelang. Sinode I ini merumuskan dasar-dasarnya sebagai berikut,
“… Sinode mengalaskan pengakuan pertjaja atas Kitab Sutji, Perdjandjian Lama dan Baru sebagai Firman Allah dan 12 pengakuan kepertjajaan seturut keterangan Catechismus Heidelberg, sedang aturan geredja didasarkan atas bentuk pemerintahan geredja presbyteriaal” (Acta Sinode I, artikel 9).

1947-1948,
Beberapa gereja jemaat dihancurkan dengan alasan yang tidak jelas. Jemaat Grabag dan Jemaat Blabak, misalnya, dihancurkan oleh penduduk setempat dan hampir seluruh orang-orang Tiong Hoa di sana hijrah di kota-kota sekitarnya (Magelang, Temanggung dan lainnya).

1956
Penggantian nama Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee menjadi Gereja-gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah (GKI Jateng) pada persidangan Sinode VI di Purwokerto.
Masuknya Jemaat Gereformeerd Kwitang Jakarta, Jemaat Gereformeerd Kalisari Semarang dan Jemaat Taman Cibunut Bandung, yang sejak semula banyak beranggotakan orang-orang pribumi, ke dalam Sinode.

Masuknya GKI Jateng dalam DGI (sekarang: PGI),

UPAYA PENYATUAN KETIGA GKI

1962
27 Maret
Ketiga gereja memulai upaya menggalang kebersamaan untuk wewujudkan penyatuan GKI menjadi satu wadah Sinode Am GKI.

1988,
26 Agustus
Usaha penyatuan GKI dalam satu Sinode terwujud dengan ditandai oleh pengikraran menjadi satu gereja yakni Gereja Kristen Indonesia (GKI).

YAYASAN DAN LEMBAGA GEREJA

BPK PENABUR
Sekolah-sekolah di beberapa kota di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Lampung
PPPK PETRA
Sekolah-sekolah di Jawa Timur
YPPN BUDYA WACANA
Sekolah-sekolah di Yogyakarta
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI JAKARTA (STT JAKARTA)
di Jakarta
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA (UKRIDA)
di Jakarta
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
di Bandung
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA (UKDW)
di Yogyakarta
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA (UKSW)
di Salatiga
UNIVERSITAS KRISTEN PETRA
di Surabaya
YAYASAN SEKOLAH KRISTEN INDONESIA (YSKI)
di Semarang Jawa Tengah

Ditandai: